Minggu, 21 Juli 2013

Makalah Sosiologi Pendidikan "Sekolah Sebagai Sistem sosial"

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang masalah
Sekolah sebagai pusat kebudayaan ialah sekolah yang merupakan pusat nilai-nilai yang disepakati sebagai terpuji, dikehendaki, berguna, serta dipertaruhkan bagi kehidupan warga masyarakat, bangsa, dan negara, dan karenanya dianggap perlu dibiasakan kepada anak didik untuk sedini mungkin menggali, mengenal, memahami, menyadari, menguasai, menghayati, dan belajar mengamalkan melalui proses belajar mengajar di sekolah. Sebagai pusat kebudayaan sekolah adalah tempat atau sumber bagi pengembangan kebudayaan.
Pada zaman globalisasi ini seluruh dunia dituntut untuk mengikuti program pemrintah salah satunya adalah pendidikan,yang merupakan sebagai inti dari suatu Negara agar dapat mengalami kemajuan.Setiap pendidikan ini memiliki cirri khas tertentu pada setiap Negara,yang dimana ada penekanan khusus pada kebijakan pendidikan yang ada di Negara itu.Untuk itu banyak sekali masalah yang dihadapi setiap Negara yang dapat disebabakan oleh pendidikan.
Pendidikan merupakan suatu lembaga yang mana dia memiliki visi dan misi serta tujuan yang harus dicapai untuk memajukan peserta didik,adapun ini telah tertuang pada fungsi dari sekolah itu sendiri yaitu untuk member bekal pesrta didik apabila mereka sudah lulus,memberikan ketrampilan bagi penguat pembuatan usaha,memberikan ilmu pengetahuan bagi peserta didik serta yang paling utama adalah mengajarkan nilai dan norma yang telah berlaku disekolah.
Melalui fungsi inilah masyarakat menyandarkan harapannya untuk memasukan anaknya  agar mereka dapat merubah anaknya menjadi anak yang berkualitas,untuk itu semua harapan masyarakat ini harus lebih direalisasikan pada dunia pendidikan.
Kebudayaan sekolah mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pola perilaku anak didik, terutama dalam proses belajar mengajar. Ternyata apa yang dihayati oleh siswa seperti sikap dalam belajar, sikap terhadap kewibawaan, dan sikap terhadap nilai-nilai tidak berasal dari kurikulum sekolah yang formal, melainkan berasal dari kebudayaan sekolah itu.
B.     Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang kami angkat adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana gambaran pendidikan dan hubungan masyarakat dengan institusi pendidikan?
2.      Bagaimana pandangan masyarakat tentang institusi pendidikan sebagai pusat pembudayaan?












BAB II
PEMBAHASAN
A.    SEKOLAH SEBAGAI SISTEM SOSIAL
Kultur sekolah
Sekolah adalah sebuah konsep yang mempunyai makna ganda. Pertama, sekolah berarti suatu bangunan atau lingkungan fisik dengan segala perlengkapannya yang merupakan tempat untuk menyelenggarakan proses pendidikan tertentu bagi kelompok manusia tertentu. Dengan demikian, apabila kita mendengar perkataan “sekolah” maka yang terbayang adalah lingkungan fisik seperti  itu. Bayangan sekolah sebagai lingkungan fisik seperti itu diperkuat dengan keseragaman relative mengenai bentuk bangunan dan perlengkapannya,sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi fisik sekolah-sekolah yang sejenis dan setingkat relative sama. Kedua,sekolah berarti suatu proses atau kegiatan belajar mengajar. Kita bisa menggunakan istilah “menyekolahkan” anak, atau mengatakan”anak  saya bersekolah SMP Negeri 1”. Dalam hal ini apabila mendengar perkataan”sekolah”maka yang terbayang di kepala kita adalah proses pendidikan itu sendiri.
Jadi dalam hal ini sekolah dipandang sebagai sebuah pranata untuk memenuhi kebutuhan khusus tertentu. Bisa juga “sekolah”diartikan sebagai sebuah organisasi ,yaitu organiasi social yang mempunyai struktur tertentu yang melibatkan sejumlah orang dengan tugas melaksanakan suatu fungsi untuk memenuhi suatu kebutuhan. Sesungguhnya ketiga pengertian itu selalu berdampingan,karena proses belajar berjalan dalam sebuah lokasi dan diselenggarakan oleh organisasi yang mempunyai struktur dan tujuan tertentu. Penampilan keterpaduan antara ketiga makna tersebut dipengaruhi oleh berbagai factor seperti jumlah,tingkat usia, serta karakteristik lain yang menandai orang-orang yang terlibat didalamnya serta tujuan,program kerja dan kegiatan yang dilaksanakan,lama waktu penyelenggaraan,dan pendekatan yang digunakan. Akan tetapi diantara semuanya itu terdapat persamaan yaitu bahwa setiap lembaga yang dinamakan sekolah berperan mengurusi manusia,bukan mengurusi benda-benda mati.
Setiap sekolah memiliki komponen-komponen sarana fisik seperti lahan,bangunan (kantor, ruang belajar,jamban,dan lain-lain),kurikulum,dan orang-orang (guru,pimpinan,karyawan non edukatif, dan pelajar). Komponen-komponen tersebut menyumbang dengan fungsi dan perannya untuk keberhasilan lembaga. Sebagai sebuah system,sekolah mempunyai keterkaitan dengan sistem lain yang jumlahnya tidak sedikit. Sistem luar itu meliputi antara lain orang tua siswa,komuniti sekitar sekolah dll. Pola hubungan antara sekolah dengan system lain diwarnai dan diisi dengan informasi-informasi yang berarah timbale balik. Input atau timbal balik itu dapat berupa dorongan bagi sekolah untuk mengadakan perubahan pada struktur atau interaksi edukatif di dalamnya atau untuk mempertahankan yang telah ada. Umpan balik yang menimbulkan perubahan disebut morfogenis,sedangkan yang mendorong untuk mempertahankan corak struktur dan interaksi yang telah ada dinamakan umpan balik yang bersifat morfostatis.
Kelas sebagai system social
Sekolah terdiri atas kelas-kelas yang juga dapat dianalisis sebagai sebuah system. Pengertian kelas dalam konteks sekolah dapat menimbulkan dua macam asosiasi yaitu kelas sebagai ruangan tempat proses pendidikan berlangsung dan kelas sebagai sekelompok atau sejumlah pelajar yang bersama-sam menempuh suatu matapelajaran pada suatu lembaga pendidikan. Yang terakhir Kelas dapat di artikan sebagai sejumlah pelajar yang untuk periode tertentu,misalnya satu tahun,menempuh paket prigram yang sam atau hanya untuk sebuah mata pelajaran saja. Disini kelas diartikan sebagai sekelompok pelajar seperti tersebut tadi tanpa memperhatikan apakah mereka menempuh satu paket program pendidikan bersama-sama ataukah hanya satu atau beberapa mata pelajaran saja.
Pada umumnya disekolah-sekolah tradisional pelajar dalam satu kelas menempuh paket pendidikan yang sama sehingga karenanya mereka berada pada tingkat ketempuhan program yang sama. Pada system pendidikan yang baru,setiap pelajar mempunyai program pendidikan yang tersusun secara individual, dalam arti seorang pelajar mempunyai program pendidikan yang berlainan dengan pelajar yang lainnya. Dengan demikian sebuah kelas mungkin terdiri dari atas mahasiswa yang hanya bertemu dalam mata pelajaran tertentu saja.
Sesungguhnya dalam kelas ini fungsi dan kesibukan formal yang pokok diselenggarakan suatu sekolah. Di sekolah dasar, seorang guru mengajar sepanjang tahun pelajaran. Ia mengajarkan seluruh mata pelajaran di kelas itu kecuali mata pelajaran agama, olahraga dan kesenian yang telah diajarkan oleh guru khusus. Guru SD umumnya merupakan guru kelas. Di SLTP dan SLTA guru mengajarkan dan bertanggung jawab mengenai satu mata pelajaran tertentu saja tetapi untuk semua kelas, setidak-tidaknya yang setingkat. Di perguruan tinggi lain halnya meskipun seorang dosen pada dasarnya dosen mata kuliah, ia dapat memiliki latar belakang pendidikan yang tidak konsisten dengan mata kuliah yang diajarkannya tetapi diakui sebagai ahli dalam mata kuliah itu. Rekrutmen tenaga dosen dapat mengikuti system terbuka.
Fungsi dan peran sekolah dalam proses sosialisasi yaitu mempersiapkan seorang agar menjadi warga dewasa dalam masyarakat, diselenggarakan terutama melalui proses pendidikan dalam kelas dalam melaksanakan fungsi ini sekolah bekerjasama dengan keluarga, lingkungan, organisasi, dan lembaga-lembaga lain yang hidup di masyarakat . kerjasama itu mungkin tidak  dilaksanakan secara formal, meskipun tidak tertutup kemungkinan memformalkannya. Akan tetapi, selama anak atau pemuda berstatus pelajar, sekolahnyalah yang dipandang sebagai sosialisasi terpenting. Sekolah harus bertanggung jawab mengenai hasil proses sosialisasi anak sebelum menjadi pelajar di sekolah itu dan proses sosialisasi yang berlangsung diluar sekolah selama yang bersangkutan menjadi pelajar itu. Sebagaimana  diketahui sosialisasi meliputi internalisasi nilai-nilai social cultural, norma-norma dan peran-peran social. Peran-peran itu dikategorisasikan dalam dua kelompok, yaitu peran-peran yang dilakukan dengan kompetensi “Teknis” yang berarti mahir dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu dan kompetensi “social” yang berkenaan dengan hubungan orang lain.
Banyak isu atau permasalahan dan hipotesis yang masih harus diuji kembali sehubungan dengan kelas sebagai system pendidikan ini.  Permasalahan pertama adalah mengenai besar kelas dalam arti banyaknya pelajar per kelas. Dewasa ini sebuah kelas sebanyak 48 orang di SD,SLTP,SLTA serta 50 orang di Perguruan Tinggi di Negara kita di anggap standar. Di sekolah swasta dan pada kelas-kelas tertentu di  Perguruan Tinggi jumlah tersebut seringkali dilampaui. Permasalahan yang muncul adalah apakah besar kelas itu berpengaruh terhadap prestasi atau hasil belajar yang di capai para pelajar? Tampaknya umum telah sepakat bahwa antara kedua hal tersebut terdapat korelasi negative yang cukup signifikan. Makin kecil ukuran kelas,makin baik prestasi belajar yang di capai. Atas dasar inilah rasio (perbandingan)guru-murid dapat dijadikan indicator kualitas hasil belajar. Makin besar nilai rasio itu,makin tinggi kemungkinan nilai hasil belajar yang dihasilkan. Di kalangan guru sering terungkapkan keluhan bahwa kelas yang terlalu besar sulit dikontrol dan tidak memungkinkan menggunakan metode mengajar yang lebih efisien. Guru bahkan mendapat kesulitan mengenali anak didik nya dengan baik,akan tetapi dipihak lain kelas yang terlalu kecil kurang menarik bagi guru. Situasi semacam itu juga bisa menurunkan prestasi belajar. Persoalan yang muncul adalah dari situasi itu adalah ukuran kelas yang merupakan kondisi yang paling optimum. Agaknya mengenai hal ini belum adanya jawaban.
Permasalahan berikut adalah mengenai homogenitas warga kelas. Dilihat dari segi tertentu pada umumnya warga sebuah kelas dapat dikatakan homogeny misalnya dari segi usia dan kemampuan pada bidang tertentu. Di lingkungan taman kanak-kanak sampai SLTA homogenitas dalam usia itu sangat tinggi.
Homogenitas jenis kelamin di sekolah-sekolah negeri tidak lagi merupakan persoalan , dalam arti anak laki-laki dan perempuan dapat melamar menjadi pelajar di sekolah manapun.
Jika kita perhatikan pendidikan dalam keluarga, di dalam sekolah maupun praktek pendidikan dalam masyarakat maka ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu : 1) pendidikan itu tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan dan pendidikan itu merupakan sebagian dari kebudayaan, 2) pendidikan merupakan kegiatan universal dalam kehidupan manusia, 3) dalam praktek pendidikan masyarakat itu dapat berbeda-beda, perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan filsafat yang dianut, bahkan masing-masing individu berberbeda dalam melaksanakan kegiatan pendidikan.
Manusia pada dasarnya adalah makhluk budaya yang harus membudayakan dirinya. Manusia sebagai makhluk budaya mampu melepaskan diri dari ikatan dorongan nalurinya serta mampu menguasai alam sekitarnya dengan alat pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini berbeda dengan binatang sebagai makhluk hidup yang sama-sama makhluk alamiah dengan manusia dia tidak dapat melepaskan dari ikatan dorongan nalurinya dan terikat erat oleh alam sekitarnya.
Istilah kebudayaan berasal dari kata budh berasal dari bahasa Sansekeerta. Dari kata budh ini kemudian dibentuk kata budhayah yang artinya bangun atau sadar. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah culture.
Havinghust dan Neugarten menyatakan bahwa kebudayaan dapat didefinisikan sebagai cara bertingkah laku, etiket, bahasa, kebiasaan, kepercayaan agama dan moral, pengetahuan, sikap dan nilai-nilai yang merupakan hasil karya manusia seperti halnya bermacam-macam benda termasuk di dalamnya alat-alat teknologi. Dari pendapat ini dapat kita ketahui bahwa kebudayaan dapat berujud tingkah laku, hal-hal yang berupa rohaniah dapat pula berupa barang-barang material.
Kaitan antara pendidikan dan kebudayaan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan, pendidikan adalah bagian integral dari kebudayaan. Dengan kata lain pendidikan adalah proses pembudayaan manusia. Karena kebudayaan merupakan hasil budi daya manusia. Hasil budi daya itu tidak hanya berupa hasil pembudayaan manusia yang disebut hasil pendidikan.
Hasil budi daya manusia itu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Oleh karena itu ada bermacam-macam budaya. Adanya macma-macam budaya itu dapat menjadi motivasi persatuan dan perpecahan serta dapat juga dipergunakan sebagai inspirasi dan motivasi pembangunan bangsa Indonesia.
Ciri sekolah sebagai pusat kebudayaan ialah :
1.      Terdapatnya guru mengajar dan murid belajar dengan baik.
2.      Terjadinya proses belajar mengajar yang baik
3.      Terciptanya masyarakat belajar
4.      Terbentuknya manusia Indonesia seutuhnya
5.      Terpilihnya manjadi teladan di masyarakat sekitar
Pengembangan sekolah sebagai pusat kebudayaan untuk meningkatkan mutu pendidikan dalam rangka membangun manusia Indonesia. Secara terperinci tujuan pengambangan sekolah sebagai pusat kebudayaan ialah:
1.      Meningkatkan mutu pendidikan
2.      Menciprakan masyarakat belajar
3.      Membentuk manusia Indonesia seutuhnya
4.      Menjadi sekolah sebagai teladan, bermanfaat bagi masyarakat sekitar.,
Kegiatan-kegiatan yang perlu mendapat perhatian dalam mengambangkan sekolah sebagai pusat kebudayaan, pada pokoknya adalah :
1.      Pengembangan Logika
1.      Gemar, biasa, lalu butuh membaca
2.      Rajin dan tekun belajar
3.      Suka meneliti
4.      Gairah menulis analitik
2.      Pengambangan Etika
1.      Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.      Bermoral Pancasila
3.      Bersikap dengan tingkah laku yang baik
4.      Berdisiplin
3.      Pengembangan Estetika
1.      Apresiasi seni
2.      Persepsi seni
3.      Kreasi seni
4.      Pengembangan Praktika
1.      Menghargai pekerjaan fisik disamping pekerjaan intelektual
2.      Terampil dan cekatan
3.      Penerapan teknologi
B.     Makna Pendidikan dan Kebudayaan
Secara historis – religious dikatakan bahwa pendidikan terjadi lebih dulu dari pada kebudayaan.. hal ini dapat dijelaskan bahwa tatkala . Nabi adam diturunkan kebumi , telah dipesan oleh Tuhan yang maha kuasa  Agar tidak memakan Buah Kuldi demi…. Dan seterusnya.
Dari peristiwa ini tampak telah terjadi adanya pendidikan Tuhan kepada nabi Adam, sebelum anak cucu nabi adam menghasilkan kebudayaan, dan selanjutnya menghasilkan pendidikan sebagai subkebudayaan.
Dari sisi lain kemudian disebutkan bahwa pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan . keduanya merupakan gejala dan factor pelengkap yang penting dalam kehidupan manusia. Sebab manusia selain sebagai makhluk alam , juga berfungsi sebagai makhluk kebudayaan atau makhluk berfikir ( human rationale).
Sebagaimana telah dijelaskan , bahwa kata budaya berawal dari Budi dan daya atau dayanya budi sebagai cipta , rasa , dan karsa yang menghasilkan karya, antara lain adalah pendidikan.
Pendidikan merupakan kegiatan universal dalam kehidupan manusia. Bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat , didalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan.  Pendidikan telah ada sepanjang peradaban manusia. Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya. Tiada kehidupan masyarakat tanpa adanya kegiatan pendidikan.
Meskipun pendidikan merupakan gejala umum dalam setiap kehidupan masyarakat , namun terlihat adanya perbedaan praktek kegiatan pendidikan dalam masyarakat  masing – masing, yang disebabkan oleh adanya falsafah/pandangan hidupnya ( termasuk falsafah / pandangan hidup/kepercayaan  individu).
Pendidikan di Indonesia pada zaman penjajahan colonial belanda  juga menampakkan  perbedaannya antara praktek pendidikan oleh pemerintah hindia belanda  dengan praktek pendidikan Indonesia . pendidikan hindia belanda menciptakan strata- strata masyarakat agar dapat menjadi ajang politik “ adu domba dan pecah belah.” Sedangkan praktek pendidikan di Indonesia seperti Taman Siswa berdasarkan asas kebangsaan dan praktek pendidikan pondok pesantren  berdasarkan agama Islam dan sebagainya.
Kini praktek pendidikan zaman Indonesia merdeka kyang berdasarkan falsafah dan asas pancasila, harus dilaksanakan dalam lingkungan keluarga , sekolah dan ,masyarakat . setiap pendidik wajib mewujudkan falsafah pancasila dalam segala kegiatan pendidikan, menuju terwujudnya masyarakat  yang  sejahtera berdasarkan pancasila.
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung  seumur hidup.
Dalam mengembangkan kebudayaan bangsab perlu ditumbuhkan kemampuan masyarakat untuk memahami dan mengamalkan nilai budaya daerah yang luhur dan beradab serta menyerap nilai budaya  asing yang positif untuk memperkaya budaya bangsa.
Dalam pembangunan budaya nasional perlu diciptakan  suasana yang mendorong tumbuh dan berkembangnya sikap kerja keras , disiplin , sikap menghargai prestasi, berani bersaing, serta mampu menyesuaikan diri dan kreatif. Juga perlu terus ditumbuhkan budaya menghormati dan menghargai orang yang lebih tua , budaya belajar, ingin maju, dan budaya ilmu pengetahuan  dan tekhnologi.
Ditinjau dari hubungan sekolah dengan masyarakat, disampingsekolah merupakan partner masayarakat, sekolah juga produsen yang melayani pesanan pendidikan dari masyarakat sekelilingnya. Sebagai produsen kebutuhan pendidikan masyarakat , sekolah dan masyarakat memiliki ikatan hubungan rasional diantara kedunya yaitu :
Adanya kesesuaian antara fungsi pendidikan  yang diperankan oleh sekolah dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat (orang tua, pemerintah, lembaga – lembaga social , dan sebagainya).
Agar sekolah /perguruan tinggi dapat menunaikan fungsinya dengan baik , perlu adanya hubungan serasi dan terpadu dengan masyarakat khususnya publiknya, misalnya dalam hal dana, fasilitas, dan jaminan – jaminan objektif lainnya. Seperti keamanan kerja demi meningkatkan kegairahan kerja dan etos kerja.
Telah diketahui bersama bahwa keluarga, sekolah, masyarakat merupakan suatu lembaga social yang telah dipolakan secara sistematis, memiliki tujuan yang jelas, kegiatan – kegiatan yang terjadwal, tenaga – tenaga pengelola yang khusus, didukung oleh fasilitas yang terprogram, sehingga tepatlah dijadikan sebagai pusat kebudayaan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dengan pembahasan makalah di atas maka pemakalah menyimpulkan pola pandang masyarakat walaupun mereka daerah pinggiran tetapi mereka sekarng mengalami perubahan cara berfikir terutama dalam memandang fungsi sekolah sendiri, yaitu sebagai pusat pembudayaan. Setiap individu ini memiliki kepribadian dan lingkungan yang berbeda untuk itu pendidikan membawa kepribadian itu untuk ditata dengan norma dan nilai yang ada dimasyarakat dan yang diharapkan masyarakat. Misalnya saja mereka dibesarkan pada kawasan yang semua tetangganya memiliki kebiasaan yang buruk maka didalam sekolah ini mereka akan dibentuk agar dapat berprilaku yamg sesuai dengan tuntutan masyarakat.Selain itu juga sekolah dapat dipercayai untuk menbgembangkan anak agar mereka lebih menurut dan sopan santun dengan orang tua.
Selain itu kepribadian ini dibentuk pada usia kecil misalnya anak sudah disekolah maka mereka akan memiliki rasa yang tidak pernah ditemui mereka dirumah misalnya berinteraksi dengan teman,dengan guru bahkan belajar tentang toleransi dan belajar tentang kebudayaan yang baru dan yang mana budayaa itu yang cocok dengan kepribadian bangsa kita serta  caramenghadapi modernisasi dan pengaruh dari budaya luar yang masuk.






DAFTAR PUSTAKA
Munib,ahmad.2006.Pengantar Ilmu Pendidikan.Semarang.UNNES Press.
Nasutions,S.2010.Sosiologi Pendidikan.Jakarta.Bumi Aksara
Drs.Sutardjo Atmowidjoyo, M.pd(dkk). 2003. Sosiologi Pendidikan
HAR Tilaar (2000), Pendidikan Kebudayaan Dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Padil, Moch. dan Triyo Supriyatno (2007), Sosiologi Pendidikan. Malang: UIN Press.
http/www.sosiologi pendidikan.com


1 komentar: