BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah
Sekolah sebagai pusat kebudayaan ialah sekolah yang merupakan pusat
nilai-nilai yang disepakati sebagai terpuji, dikehendaki, berguna, serta
dipertaruhkan bagi kehidupan warga masyarakat, bangsa, dan negara, dan
karenanya dianggap perlu dibiasakan kepada anak didik untuk sedini mungkin
menggali, mengenal, memahami, menyadari, menguasai, menghayati, dan belajar
mengamalkan melalui proses belajar mengajar di sekolah. Sebagai pusat
kebudayaan sekolah adalah tempat atau sumber bagi pengembangan kebudayaan.
Pada zaman globalisasi ini seluruh dunia dituntut untuk mengikuti program
pemrintah salah satunya adalah pendidikan,yang merupakan sebagai inti dari
suatu Negara agar dapat mengalami kemajuan.Setiap pendidikan ini memiliki cirri
khas tertentu pada setiap Negara,yang dimana ada penekanan khusus pada
kebijakan pendidikan yang ada di Negara itu.Untuk itu banyak sekali masalah
yang dihadapi setiap Negara yang dapat disebabakan oleh pendidikan.
Pendidikan merupakan suatu lembaga yang mana dia memiliki visi dan misi serta
tujuan yang harus dicapai untuk memajukan peserta didik,adapun ini telah
tertuang pada fungsi dari sekolah itu sendiri yaitu untuk member bekal pesrta
didik apabila mereka sudah lulus,memberikan ketrampilan bagi penguat pembuatan
usaha,memberikan ilmu pengetahuan bagi peserta didik serta yang paling utama
adalah mengajarkan nilai dan norma yang telah berlaku disekolah.
Melalui fungsi inilah masyarakat menyandarkan harapannya untuk memasukan
anaknya agar mereka dapat merubah anaknya menjadi anak yang berkualitas,untuk
itu semua harapan masyarakat ini harus lebih direalisasikan pada dunia
pendidikan.
Kebudayaan sekolah mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pola
perilaku anak didik, terutama dalam proses belajar mengajar. Ternyata apa yang
dihayati oleh siswa seperti sikap dalam belajar, sikap terhadap kewibawaan, dan
sikap terhadap nilai-nilai tidak berasal dari kurikulum sekolah yang formal,
melainkan berasal dari kebudayaan sekolah itu.
B.
Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang kami angkat adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana gambaran pendidikan
dan hubungan masyarakat dengan institusi pendidikan?
2.
Bagaimana pandangan masyarakat
tentang institusi pendidikan sebagai pusat pembudayaan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SEKOLAH SEBAGAI
SISTEM SOSIAL
Kultur sekolah
Sekolah adalah sebuah konsep yang mempunyai makna ganda. Pertama, sekolah
berarti suatu bangunan atau lingkungan fisik dengan segala perlengkapannya yang
merupakan tempat untuk menyelenggarakan proses pendidikan tertentu bagi
kelompok manusia tertentu. Dengan demikian, apabila kita mendengar perkataan
“sekolah” maka yang terbayang adalah lingkungan fisik seperti itu.
Bayangan sekolah sebagai lingkungan fisik seperti itu diperkuat dengan
keseragaman relative mengenai bentuk bangunan dan perlengkapannya,sehingga
dapat dikatakan bahwa kondisi fisik sekolah-sekolah yang sejenis dan setingkat
relative sama. Kedua,sekolah berarti suatu proses atau kegiatan belajar
mengajar. Kita bisa menggunakan istilah “menyekolahkan” anak, atau
mengatakan”anak saya bersekolah SMP Negeri 1”. Dalam hal ini apabila
mendengar perkataan”sekolah”maka yang terbayang di kepala kita adalah proses
pendidikan itu sendiri.
Jadi dalam hal ini sekolah dipandang sebagai sebuah pranata untuk
memenuhi kebutuhan khusus tertentu. Bisa juga “sekolah”diartikan sebagai sebuah
organisasi ,yaitu organiasi social yang mempunyai struktur tertentu yang
melibatkan sejumlah orang dengan tugas melaksanakan suatu fungsi untuk memenuhi
suatu kebutuhan. Sesungguhnya ketiga pengertian itu selalu berdampingan,karena
proses belajar berjalan dalam sebuah lokasi dan diselenggarakan oleh organisasi
yang mempunyai struktur dan tujuan tertentu. Penampilan keterpaduan antara
ketiga makna tersebut dipengaruhi oleh berbagai factor seperti jumlah,tingkat
usia, serta karakteristik lain yang menandai orang-orang yang terlibat
didalamnya serta tujuan,program kerja dan kegiatan yang dilaksanakan,lama waktu
penyelenggaraan,dan pendekatan yang digunakan. Akan tetapi diantara semuanya
itu terdapat persamaan yaitu bahwa setiap lembaga yang dinamakan sekolah
berperan mengurusi manusia,bukan mengurusi benda-benda mati.
Setiap sekolah memiliki komponen-komponen sarana fisik seperti
lahan,bangunan (kantor, ruang belajar,jamban,dan lain-lain),kurikulum,dan
orang-orang (guru,pimpinan,karyawan non edukatif, dan pelajar).
Komponen-komponen tersebut menyumbang dengan fungsi dan perannya untuk
keberhasilan lembaga. Sebagai sebuah system,sekolah mempunyai keterkaitan
dengan sistem lain yang jumlahnya tidak sedikit. Sistem luar itu meliputi
antara lain orang tua siswa,komuniti sekitar sekolah dll. Pola hubungan antara
sekolah dengan system lain diwarnai dan diisi dengan informasi-informasi yang
berarah timbale balik. Input atau timbal balik itu dapat berupa dorongan bagi
sekolah untuk mengadakan perubahan pada struktur atau interaksi edukatif di
dalamnya atau untuk mempertahankan yang telah ada. Umpan balik yang menimbulkan
perubahan disebut morfogenis,sedangkan yang mendorong untuk mempertahankan
corak struktur dan interaksi yang telah ada dinamakan umpan balik yang bersifat
morfostatis.
Kelas sebagai system social
Sekolah terdiri atas kelas-kelas yang juga dapat dianalisis sebagai
sebuah system. Pengertian kelas dalam konteks sekolah dapat menimbulkan dua
macam asosiasi yaitu kelas sebagai ruangan tempat proses pendidikan berlangsung
dan kelas sebagai sekelompok atau sejumlah pelajar yang bersama-sam menempuh
suatu matapelajaran pada suatu lembaga pendidikan. Yang terakhir Kelas dapat di
artikan sebagai sejumlah pelajar yang untuk periode tertentu,misalnya satu
tahun,menempuh paket prigram yang sam atau hanya untuk sebuah mata pelajaran
saja. Disini kelas diartikan sebagai sekelompok pelajar seperti tersebut tadi
tanpa memperhatikan apakah mereka menempuh satu paket program pendidikan
bersama-sama ataukah hanya satu atau beberapa mata pelajaran saja.
Pada umumnya disekolah-sekolah tradisional pelajar dalam satu kelas
menempuh paket pendidikan yang sama sehingga karenanya mereka berada pada
tingkat ketempuhan program yang sama. Pada system pendidikan yang baru,setiap
pelajar mempunyai program pendidikan yang tersusun secara individual, dalam
arti seorang pelajar mempunyai program pendidikan yang berlainan dengan pelajar
yang lainnya. Dengan demikian sebuah kelas mungkin terdiri dari atas mahasiswa
yang hanya bertemu dalam mata pelajaran tertentu saja.
Sesungguhnya dalam kelas ini fungsi dan kesibukan formal yang pokok
diselenggarakan suatu sekolah. Di sekolah dasar, seorang guru mengajar
sepanjang tahun pelajaran. Ia mengajarkan seluruh mata pelajaran di kelas itu
kecuali mata pelajaran agama, olahraga dan kesenian yang telah diajarkan oleh
guru khusus. Guru SD umumnya merupakan guru kelas. Di SLTP dan SLTA guru
mengajarkan dan bertanggung jawab mengenai satu mata pelajaran tertentu saja tetapi
untuk semua kelas, setidak-tidaknya yang setingkat. Di perguruan tinggi lain
halnya meskipun seorang dosen pada dasarnya dosen mata kuliah, ia dapat
memiliki latar belakang pendidikan yang tidak konsisten dengan mata kuliah yang
diajarkannya tetapi diakui sebagai ahli dalam mata kuliah itu. Rekrutmen tenaga
dosen dapat mengikuti system terbuka.
Fungsi dan peran sekolah dalam proses sosialisasi yaitu mempersiapkan
seorang agar menjadi warga dewasa dalam masyarakat, diselenggarakan terutama
melalui proses pendidikan dalam kelas dalam melaksanakan fungsi ini sekolah
bekerjasama dengan keluarga, lingkungan, organisasi, dan lembaga-lembaga lain
yang hidup di masyarakat . kerjasama itu mungkin tidak dilaksanakan
secara formal, meskipun tidak tertutup kemungkinan memformalkannya. Akan
tetapi, selama anak atau pemuda berstatus pelajar, sekolahnyalah yang dipandang
sebagai sosialisasi terpenting. Sekolah harus bertanggung jawab mengenai hasil
proses sosialisasi anak sebelum menjadi pelajar di sekolah itu dan proses
sosialisasi yang berlangsung diluar sekolah selama yang bersangkutan menjadi
pelajar itu. Sebagaimana diketahui sosialisasi meliputi internalisasi
nilai-nilai social cultural, norma-norma dan peran-peran social. Peran-peran
itu dikategorisasikan dalam dua kelompok, yaitu peran-peran yang dilakukan
dengan kompetensi “Teknis” yang berarti mahir dalam melaksanakan tugas-tugas
tertentu dan kompetensi “social” yang berkenaan dengan hubungan orang lain.
Banyak isu atau permasalahan dan hipotesis yang masih harus diuji kembali
sehubungan dengan kelas sebagai system pendidikan ini. Permasalahan
pertama adalah mengenai besar kelas dalam arti banyaknya pelajar per kelas.
Dewasa ini sebuah kelas sebanyak 48 orang di SD,SLTP,SLTA serta 50 orang di
Perguruan Tinggi di Negara kita di anggap standar. Di sekolah swasta dan pada
kelas-kelas tertentu di Perguruan Tinggi jumlah tersebut seringkali
dilampaui. Permasalahan yang muncul adalah apakah besar kelas itu berpengaruh
terhadap prestasi atau hasil belajar yang di capai para pelajar? Tampaknya umum
telah sepakat bahwa antara kedua hal tersebut terdapat korelasi negative yang
cukup signifikan. Makin kecil ukuran kelas,makin baik prestasi belajar yang di
capai. Atas dasar inilah rasio (perbandingan)guru-murid dapat dijadikan
indicator kualitas hasil belajar. Makin besar nilai rasio itu,makin tinggi
kemungkinan nilai hasil belajar yang dihasilkan. Di kalangan guru sering
terungkapkan keluhan bahwa kelas yang terlalu besar sulit dikontrol dan tidak
memungkinkan menggunakan metode mengajar yang lebih efisien. Guru bahkan
mendapat kesulitan mengenali anak didik nya dengan baik,akan tetapi dipihak
lain kelas yang terlalu kecil kurang menarik bagi guru. Situasi semacam itu
juga bisa menurunkan prestasi belajar. Persoalan yang muncul adalah dari
situasi itu adalah ukuran kelas yang merupakan kondisi yang paling optimum.
Agaknya mengenai hal ini belum adanya jawaban.
Permasalahan berikut adalah mengenai homogenitas warga kelas. Dilihat
dari segi tertentu pada umumnya warga sebuah kelas dapat dikatakan homogeny
misalnya dari segi usia dan kemampuan pada bidang tertentu. Di lingkungan taman
kanak-kanak sampai SLTA homogenitas dalam usia itu sangat tinggi.
Homogenitas jenis kelamin di sekolah-sekolah negeri tidak lagi merupakan
persoalan , dalam arti anak laki-laki dan perempuan dapat melamar menjadi
pelajar di sekolah manapun.
Jika kita perhatikan pendidikan dalam keluarga, di dalam sekolah maupun
praktek pendidikan dalam masyarakat maka ada tiga hal yang perlu diperhatikan,
yaitu : 1) pendidikan itu tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan dan
pendidikan itu merupakan sebagian dari kebudayaan, 2) pendidikan merupakan
kegiatan universal dalam kehidupan manusia, 3) dalam praktek pendidikan
masyarakat itu dapat berbeda-beda, perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan
filsafat yang dianut, bahkan masing-masing individu berberbeda dalam
melaksanakan kegiatan pendidikan.
Manusia pada dasarnya adalah makhluk budaya yang harus membudayakan
dirinya. Manusia sebagai makhluk budaya mampu melepaskan diri dari ikatan
dorongan nalurinya serta mampu menguasai alam sekitarnya dengan alat
pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini berbeda dengan binatang sebagai makhluk
hidup yang sama-sama makhluk alamiah dengan manusia dia tidak dapat melepaskan
dari ikatan dorongan nalurinya dan terikat erat oleh alam sekitarnya.
Istilah kebudayaan berasal dari kata budh berasal dari
bahasa Sansekeerta. Dari kata budh ini kemudian dibentuk kata budhayah yang
artinya bangun atau sadar. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah culture.
Havinghust dan Neugarten menyatakan bahwa kebudayaan dapat didefinisikan
sebagai cara bertingkah laku, etiket, bahasa, kebiasaan, kepercayaan agama dan
moral, pengetahuan, sikap dan nilai-nilai yang merupakan hasil karya manusia
seperti halnya bermacam-macam benda termasuk di dalamnya alat-alat teknologi.
Dari pendapat ini dapat kita ketahui bahwa kebudayaan dapat berujud tingkah
laku, hal-hal yang berupa rohaniah dapat pula berupa barang-barang material.
Kaitan antara pendidikan dan kebudayaan merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan, pendidikan adalah bagian integral dari kebudayaan. Dengan kata lain
pendidikan adalah proses pembudayaan manusia. Karena kebudayaan merupakan hasil
budi daya manusia. Hasil budi daya itu tidak hanya berupa hasil pembudayaan
manusia yang disebut hasil pendidikan.
Hasil budi daya manusia itu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Oleh karena
itu ada bermacam-macam budaya. Adanya macma-macam budaya itu dapat menjadi
motivasi persatuan dan perpecahan serta dapat juga dipergunakan sebagai
inspirasi dan motivasi pembangunan bangsa Indonesia.
Ciri sekolah sebagai pusat
kebudayaan ialah :
1.
Terdapatnya guru mengajar
dan murid belajar dengan baik.
2.
Terjadinya proses belajar
mengajar yang baik
3.
Terciptanya masyarakat
belajar
4.
Terbentuknya manusia
Indonesia seutuhnya
5.
Terpilihnya manjadi teladan
di masyarakat sekitar
Pengembangan sekolah sebagai pusat kebudayaan untuk meningkatkan mutu
pendidikan dalam rangka membangun manusia Indonesia. Secara terperinci tujuan
pengambangan sekolah sebagai pusat kebudayaan ialah:
1.
Meningkatkan mutu
pendidikan
2.
Menciprakan masyarakat
belajar
3.
Membentuk manusia Indonesia
seutuhnya
4.
Menjadi sekolah sebagai
teladan, bermanfaat bagi masyarakat sekitar.,
Kegiatan-kegiatan yang perlu mendapat perhatian dalam mengambangkan sekolah
sebagai pusat kebudayaan, pada pokoknya adalah :
1.
Pengembangan Logika
1. Gemar, biasa, lalu butuh membaca
2. Rajin dan tekun belajar
3. Suka meneliti
4. Gairah menulis analitik
2.
Pengambangan Etika
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Bermoral Pancasila
3. Bersikap dengan tingkah laku yang baik
4. Berdisiplin
3.
Pengembangan Estetika
1. Apresiasi seni
2. Persepsi seni
3. Kreasi seni
4.
Pengembangan Praktika
1. Menghargai pekerjaan fisik disamping pekerjaan intelektual
2. Terampil dan cekatan
3.
Penerapan teknologi
B.
Makna Pendidikan dan Kebudayaan
Secara historis – religious dikatakan bahwa pendidikan terjadi lebih dulu
dari pada kebudayaan.. hal ini dapat dijelaskan bahwa tatkala . Nabi adam
diturunkan kebumi , telah dipesan oleh Tuhan yang maha kuasa Agar tidak
memakan Buah Kuldi demi…. Dan seterusnya.
Dari peristiwa ini tampak telah terjadi adanya pendidikan Tuhan kepada
nabi Adam, sebelum anak cucu nabi adam menghasilkan kebudayaan, dan selanjutnya
menghasilkan pendidikan sebagai subkebudayaan.
Dari sisi lain kemudian disebutkan bahwa pendidikan merupakan bagian dari
kebudayaan . keduanya merupakan gejala dan factor pelengkap yang penting dalam
kehidupan manusia. Sebab manusia selain sebagai makhluk alam , juga berfungsi
sebagai makhluk kebudayaan atau makhluk berfikir ( human rationale).
Sebagaimana telah dijelaskan , bahwa kata budaya berawal dari Budi dan
daya atau dayanya budi sebagai cipta , rasa , dan karsa yang menghasilkan
karya, antara lain adalah pendidikan.
Pendidikan merupakan kegiatan universal dalam kehidupan manusia.
Bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat , didalamnya terjadi atau
berlangsung suatu proses pendidikan. Pendidikan telah ada sepanjang
peradaban manusia. Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia
melestarikan hidupnya. Tiada kehidupan masyarakat tanpa adanya kegiatan
pendidikan.
Meskipun pendidikan merupakan gejala umum dalam setiap kehidupan
masyarakat , namun terlihat adanya perbedaan praktek kegiatan pendidikan dalam
masyarakat masing – masing, yang disebabkan oleh adanya
falsafah/pandangan hidupnya ( termasuk falsafah / pandangan
hidup/kepercayaan individu).
Pendidikan di Indonesia pada zaman penjajahan colonial belanda juga
menampakkan perbedaannya antara praktek pendidikan oleh pemerintah hindia
belanda dengan praktek pendidikan Indonesia . pendidikan hindia
belanda menciptakan strata- strata masyarakat agar dapat menjadi ajang politik
“ adu domba dan pecah belah.” Sedangkan praktek pendidikan
di Indonesia seperti Taman Siswa berdasarkan asas kebangsaan dan
praktek pendidikan pondok pesantren berdasarkan agama Islam dan
sebagainya.
Kini praktek pendidikan zaman Indonesia merdeka kyang
berdasarkan falsafah dan asas pancasila, harus dilaksanakan dalam lingkungan
keluarga , sekolah dan ,masyarakat . setiap pendidik wajib mewujudkan falsafah
pancasila dalam segala kegiatan pendidikan, menuju terwujudnya masyarakat
yang sejahtera berdasarkan pancasila.
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung
seumur hidup.
Dalam mengembangkan kebudayaan bangsab perlu ditumbuhkan kemampuan
masyarakat untuk memahami dan mengamalkan nilai budaya daerah yang luhur dan
beradab serta menyerap nilai budaya asing yang positif untuk memperkaya
budaya bangsa.
Dalam pembangunan budaya nasional perlu diciptakan suasana yang
mendorong tumbuh dan berkembangnya sikap kerja keras , disiplin , sikap
menghargai prestasi, berani bersaing, serta mampu menyesuaikan diri dan
kreatif. Juga perlu terus ditumbuhkan budaya menghormati dan menghargai orang
yang lebih tua , budaya belajar, ingin maju, dan budaya ilmu pengetahuan
dan tekhnologi.
Ditinjau dari hubungan sekolah dengan masyarakat, disampingsekolah
merupakan partner masayarakat, sekolah juga produsen yang melayani pesanan
pendidikan dari masyarakat sekelilingnya. Sebagai produsen kebutuhan pendidikan
masyarakat , sekolah dan masyarakat memiliki ikatan hubungan rasional diantara
kedunya yaitu :
Adanya kesesuaian antara fungsi pendidikan yang diperankan oleh
sekolah dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat (orang tua, pemerintah,
lembaga – lembaga social , dan sebagainya).
Agar sekolah /perguruan tinggi dapat menunaikan fungsinya dengan baik ,
perlu adanya hubungan serasi dan terpadu dengan masyarakat khususnya publiknya,
misalnya dalam hal dana, fasilitas, dan jaminan – jaminan objektif lainnya.
Seperti keamanan kerja demi meningkatkan kegairahan kerja dan etos kerja.
Telah diketahui bersama bahwa keluarga, sekolah, masyarakat merupakan
suatu lembaga social yang telah dipolakan secara sistematis, memiliki tujuan
yang jelas, kegiatan – kegiatan yang terjadwal, tenaga – tenaga pengelola yang
khusus, didukung oleh fasilitas yang terprogram, sehingga tepatlah dijadikan
sebagai pusat kebudayaan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dengan pembahasan makalah di atas maka pemakalah menyimpulkan pola
pandang masyarakat walaupun mereka daerah pinggiran tetapi mereka sekarng
mengalami perubahan cara berfikir terutama dalam memandang fungsi sekolah
sendiri, yaitu sebagai pusat pembudayaan. Setiap individu ini memiliki
kepribadian dan lingkungan yang berbeda untuk itu pendidikan membawa
kepribadian itu untuk ditata dengan norma dan nilai yang ada dimasyarakat dan
yang diharapkan masyarakat. Misalnya saja mereka dibesarkan pada kawasan yang
semua tetangganya memiliki kebiasaan yang buruk maka didalam sekolah ini mereka
akan dibentuk agar dapat berprilaku yamg sesuai dengan tuntutan masyarakat.Selain
itu juga sekolah dapat dipercayai untuk menbgembangkan anak agar mereka lebih
menurut dan sopan santun dengan orang tua.
Selain itu kepribadian ini dibentuk pada usia kecil misalnya anak sudah
disekolah maka mereka akan memiliki rasa yang tidak pernah ditemui mereka
dirumah misalnya berinteraksi dengan teman,dengan guru bahkan belajar tentang
toleransi dan belajar tentang kebudayaan yang baru dan yang mana budayaa itu
yang cocok dengan kepribadian bangsa kita serta caramenghadapi
modernisasi dan pengaruh dari budaya luar yang masuk.
DAFTAR
PUSTAKA
Munib,ahmad.2006.Pengantar
Ilmu Pendidikan.Semarang.UNNES Press.
Nasutions,S.2010.Sosiologi
Pendidikan.Jakarta.Bumi Aksara
Drs.Sutardjo
Atmowidjoyo, M.pd(dkk). 2003. Sosiologi Pendidikan
HAR Tilaar (2000),
Pendidikan Kebudayaan Dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Padil,
Moch. dan Triyo Supriyatno (2007), Sosiologi Pendidikan. Malang: UIN Press.
http/www.sosiologi
pendidikan.com
salam kenal gan..makasih info ny :)
BalasHapus